Cerpen
Misteri Turangga di kala Purnama
“Selamat siang,
anak-anak”. Pak Dirga dengan wajah riang menyapa siswa-siswinya.
“Selamat siang,
Pak”. Jawab siswa dengan serempak.
“Walaupun sudah
siang, kalian harus tetap semangat ya. Oh iya, apakah kalian sudah membaca
materi bab 3 yang Bapak tugaskan minggu lalu?”
“Sudah, Pak”
“Baik
anak-anak, kali ini Bapak akan menyampaikan materi bab 3, yaitu tentang
kebudayaan. Nah, sebelumnya Bapak mau tanya, siapa yang tahu apa definisi dari
kebudayaan?”
Dengan segera
teman yang duduk di bangku depanku mengacungkan jari, Choirul namanya. “Hmm,
kalau menurut saya kebudayaan adalah suatu hasil dari pemikiran kita Pak”.
“Yap, hampir
mendekati. Lalu siapa yang memikirkan tersebut? Ada yang bisa menjawab?”
Ufi, yang duduk
di bangku paling depan terlihat berfikir dan mengacungkan jarinya, “Yang
memikirkan ya kita Pak, masyarakat”
“Ya, betul
sekali Ufi. Kira-kira bagaimana ya pewarisan kebudayaan tersebut, ada yang
tahu?”
Aku dengan
bergegas mengacungkan jari telunjukku, “Pewarisan kebudayaan menurut saya
diwariskan secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi selanjutnya
Pak”
“Sip, benar
sekali anak-anak. Ya, ini tandanya kalian sudah membaca materi kita kali ini
sesuai dengan yang Bapak perintahkan minggu lalu. Baik, Bapak akan menjelaskan
secara rinci apa itu kebudayaan. Kebudayaan berasal dari beberapa bahasa,
pertama bahasa latin yaitu colere yang artinya pemeliharaan, kedua bahasa
sansekerta yaitu buddhayah yang artinya budhi atau akal, dan bahasa inggris
yaitu culture yang artinya budaya. Dalam lingkup yang sempit, definisi
kebudayaan adalh sistem ide atau gagasan untuk hidup bermasyarakat. Sedangkan
dalam lingkup luas, kebudayaan adalah sistem ide atau gagasan tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang diperoleh melalui
proes belajar serta diwariskan secara turun temurun. Sebelum Bapak lanjutkan,
apakah ada yang mau ditanyakan?”
Suasana kelas
tiba-tiba hening dalam beberapa detik, dan akhirnya Surya mengacungkan jari,
“Pak tadi kan disampaikan definisi kebudayaan secara luas yaitu keseluruhan ide
dan gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Nah saya mau bertanya, apakah
contoh dari tindakan dan hasil karya manusia sebagai perwujudan dari sebuah
kedubayaan?”
“Wah,
pertanyaan yang bagus Surya. Itu tandanya, kamu berfikir kritis dalam
mendengarkan penyampaian Bapak. Baik, Bapak jelaskan anak-anak. Contoh dari
tindakan atau aktifitas dalam kebudayaan adalah tari-tarian, pementasan seni,
drama, dan sebagainya. Sedangkan contoh dari hasil karya manusia adalah berupa
benda yang memiliki unsur budaya. Contohnya rumah adat, pakaian adat, senjata
tradisional, dan sebagainya. Bagaimana, apakah masih ada yang kurang jelas?”
Timbul suatu pertanyaan dalam benakku, “Pak,
berarti wujud dari kebudayaan itu bersifat konkret atau nyata?”
“Benar sekali,
wujud dari kebudayaan bersifat konkret. Namun, sifat kebudayaan sesungguhnya
adalah abstrak.”
“Lho, kenapa
bisa begitu Pak?” tanya semua siswa serempak.
“Begini
anak-anak, sumber atau inti dari sebuah kebudayaan adalah ide atau gagasan. Ide
atau gagasan kan bersifat abstrak, artinya tidak nampak. Nah, menurut kalian
bagaimana hubungan antara ide atau gagasan dengan kebudayaan?”
Tik tok, tik
tok, tik tok. Suara detikan jam terdengar begitu keras, menandakan bahwa kelas
benar-benar hening. Tiba-tiba, setelah mencorat coret di bukunya Surya
meletakkan pensil di meja dan terdengar bunyi ‘prak’.
“Saya bisa
menjawab Pak, menurut saya ide atau gagasan sangat berkaitan dengan kebudayaan.
Karena ide atau gagasan merupakan kebudayaan yang sesungguhnya. Dengan adanya
ide atau gagasan mendorong, menunjang, dan mengarahkan manusia untuk melakukan
aktifitas budaya dan menciptakan benda hasil karya manusia Pak”
Kelas yang
tadinya hening menjadi riuh oleh sorakan memuji, dan tepuk tangan untuk Surya.
“Ya, tepat
sekali jawabannya Surya. Nah, anak-anak Bapak harap kalian sudah paham dengan
materi hari ini. Untuk menambah wawasan kalian, Bapak beri tugas kelompok
membuat laporan penelitian tentang
sejarah hasil dari kebudayaan yang ada di lingkungan sekitar, baik itu
aktifitas budaya maupun benda hasil karya manusia, laporan tersaji dalam bentuk
makalah. Sertakan gambar dan rekaman dari narasumber yang akan kalian
wawancarai. Apakah sudah jelas?”
“Jelas, Pak”
“Oh iya,
kelompok terdiri atas 4 siswa. Dan kalian menentukan kelompok sendiri secara
adil, nanti ketua kelas mencatat kelompok-kelompoknya dan berikan pada Bapak di
kantor. Kerjasama yang baik di kelas ini, selamat siang, assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh”
“Waalaikumsalam
warahmatullahi wabarakatuh”.
Dengan segera
siswa siswi riuh untuk mencari anggota kelompok penugasan Pak Dirga tersebut.
Aku, Ufi, Choirul dan Surya tergabung dalam satu kelompok. Dan kami menyusun
rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk penelitian tersebut.
“Teman-teman,
bagaimana kalau nanti sepulang sekolah kita membahas tugas ini di rumahku saja?
Soalnya ibu dan bapakku sedang silaturrahmi di rumah Pakdheku?”, tawar Ufi,
teman kami yang mungil itu. “Oke, baiklah. Nanti sepulang sekolah kita ke rumah
kamu deh, Fi”, jawabku dengan mengacungkan jempol.
Bel berbunyi,
itu berarti kelas berakhir dan kami bisa pulang ke rumah masing-masing. Namun
kami berempat tidak langsung pulang, melainkan ke mushola sekolah karena kami
belum shalat Dhuhur sehingga kami melaksakannya terlebih dahulu. Setelah
mengambil air wudhu, kami segera shalat berjamaah dengan diimami oleh Choirul. Dengan
khusyuk kami menlaksanakannya. Setelah shalat usai, kami segera ke parkiran
untuk mengambil sepeda masing-masing. Ya, di sekolahku kendaraan yang di
perbolehkan masuk hingga parkiran sekolah hanya sepeda, sketboard, skuter, dan
kendaraan lain yang tidak berpolusi. Untuk kendaraan bermotor diparkir di
gerbang utama,yaitu 200 meter dari lingkungan sekolah. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi polusi yang ada di lingkungan sekolah. Sehingga lingkungan sekolah
akan asri, nyaman, bersih dan sehat. Aku dan Ufi ke parkiran untuk mengambil
sepeda kami, dan kami pulang bersama karena jarak rumahku dengan Ufi tidak
terlalu jauh. Sesampainya di pertigaan kami berpisah, Ufi belok kanan ke sebuah
gang kecil sedangkan aku lurus mengikuti jalan raya. Kami melambaikan tangan
satu sama lain. Tak lama lagi, aku tiba di sebuah rumah bercatkan coklat dengan
model joglo khas Jawa. Di teras tergantung sebuah lampu kuno, dan kursi-kursi
rotan yang berjajar rapi. Dan di samping rumah yang cukup besar itu terdapat
sebuah pendopo kecil untuk sekedar bersantai dan berkumpul keluarga. Ya, aku
tiba di rumah dimana aku selama ini dibesarkan oleh orang tuaku. Sebelum masuk
rumah, aku melepas sepatu dan menaruhnya di rak kayu di sudut teras. Dan segera
menghampiri gentong tanah liat yang ada di depan rumah. Aku mengambil air yang
ada di gentong untuk mencuci kedua tangan dan kakiku. Ini merupakan salah satu
kebiasaan keluargaku sebelum masuk ke rumah.
“Assalamualaikum”
sapaku ketika memasuki rumah. “Waalaikumsalam, Rona sudah pulang to” jawab
ibuku sembari berjalan mendekatiku. Aku mencium tangan ibu, kemudian bergegas
ke kamar untuk berganti baju. Aku masuk ke kamar yang lumayan besar berukuran
3,5 x 4 meter itu. Cat dinding berbackground putih dan terlukis siluet pantai
menghiasi kamarku. Foto-foto retro bergantungan di dinding, berbagai buku
memenuhi rak kayu yang ada di sudut kamar. Aku meletakkan tas di atas meja
belajar, sebentar ku rebahkan tubuhku di tempat tidur. Sambil menatap
langit-langit, aku terfikir tentang tugas dari Pak Dirga tadi di sekolah.
Mengamati kebudayaan yang ada di lingkungan sekitar kita. Kira-kira apa ya?
Kebudayaan yang menjadi tradisi di jawa, yang merupakan kebudayaan asli orang
jawa. Tuing .. tuing .. tuing .. loading .. search .. dan aha! Ketemu, kuda
lumping. Ya, kuda lumping merupakan kebudayaan asli dari jawa, dan sampai saat
ini di daerahku masih dilestarikan oleh masyarakat. Aku bergegas mengganti
seragamku dengan kaos panjang berwarna hijau army, dengan celana jins biru
dongker dan jilbab biru dongker bermotif garis-garis. Tak lupa ku ambil note
dan laptopku, lalu ku masukan ke dalam ransel hitam yang selalu menemaniku.
“Ibu, Rona mau
buat tugas kelompok di rumah Ufi ya” kataku pada ibu yang sedang bersantai di
depan televisi itu. “Iya, nanti pulangnya jangan malam-malam ya nak. Hati-hati
di jalan”, “Pasti bu. Rona berangkat dulu, assalamualaikum” ku cium tangan ibu,
dan melambaikan tanganku. “Waalaikumsalam”.
Aku berlari
kecil ke garasi mengambil sepeda yang selalu mengantarkanku kemanapun aku pergi
(Tapi kalau pergi jauh sih nggak naik sepeda, sedikit berlebihan ya hehe J ). Ku kayuh sepeda keluar dari rumah, dan tin .. tin suara klakson
mengagetkanku. Kulihat dari kaca spion sepeda, di belakangku ada kendaraan yang
dinaiki oleh dua pemuda mengenakakan helm dan ransel besar. Aku yang agak
ketakutan, mmengayuh sepedaku dengan kekuatan ekstra. Namun apalah daya,
walaupun kakinya patah, kendaraan yang sedaritadi mengikutiku pasti dengan mudah
bisa mengikuti terus jejak sepedaku. Aku berfikir bahwa pemuda tadi adalah
orang jahat, makanya aku ingin cepat sampai rumah Ufi. Tiba-tiba kendaraan itu
di sebelahku, dan pemuda yang mengemudikan kendaraan itu membuka helmnya dan
memalingkan wajah ke arahku. Dan ..
“Rona, kamu ada
apa? Kok cepet-cepet banget naik sepedanya?” suara itu, aku kenal sekali dengan
suara itu. Dan akupun memberanikan diri untuk menatap pemuda tadi.
“Loh, Surya?
Ternyata kamu yang sedaritadi ngikutin aku? Ih, aku kira kamu penjahat” jawabku
dengan perasaan sangat lega.
“Haa, ada-ada
saja kamu. Aku sama Choirul daritadi mau duluin kamu. Eh taunya kamu ngebut
gitu. Hehe “
“Yaudah, aku
lega deh ternyata itu kalian. Aku kira orang jahat, hehe. Maaf ya salah sangka”
“Nggak apa-apa kok Na. Mungkin kamu kaget aja jarang liat aku bawa kendaraan
gede kaya gini” “Iya, ya sudah ayo ke rumah Ufi”
.....
BERSAMBUNG ......
Comments
Post a Comment